Kasyaf Danau ~ Kemala

Kupinjami matamu untuk menatap sisisegi rohaniahku. Menatap puing
budi, puing kasih yang tersimpang entah ke mana, menatap zarah
kejadian lagi ajaib, kupinjami kedip nafas dan erangakrab yang
menjulurkan makna hidup, kupinjami riak dan kecipak sirip bawal putih
yang menolak muslihat sedetik, akal jahat manusia, karang berbungkus
lumut hijau, krikil tajam yang tersembunyi. Wah, mustika mimpi yang
kangen pada Putri Duyung. Dapatkah kau membalut nestapa yang
tersangkut pada suara gemetar halus puisi pandak di malam itu hingga
kubawa langsung dalam pulas tidur kembara. Kupinjami kehalusan
watak, kemesraan janji, kemestian diri, keayuan seloka, maka aku
melihat diriku di segenap lapangan dan ruang. Adakah ini Kerajaan Air
yang tak pernah kulalui? “Kau menggumam diriku atau maknaku?” “Kau
menatap takjub diri atau reda diri?” Maka kupinjami adab yang kucumbu
dari tegur pertama, dari sapaan pengelana. “Adakah jalan yang tak
terintis?” Maka kau berpergian jua? “Adakah waham di tengah Majlis?”
Maka kau kehilangan kasih? Kupinjami suara mersik bagi menafsir
Hikayat dan pantun para leluhur. Negeri kita di sekitar danau ini,
negeri kita yang takpernah kita pinggirkan walau seliang roma,
kupinjami sikap kesayanganmu pada kesenian kata. “Aku terpikat dengan
amsal dan kias!” Rindu Danau pada penyair yang pulang ke desanya
setelah jauh memapasi
langit. Rindu penyair terhadap danaunya selepas danau sekian waktu
tergigil sepi. “Aku hamparkan seluruh kedanauanku untukmu! Dan,
sudahkah kau kecapi keindahanku?” Inilah cahaya yang datang waktu
hampir litup dadaku.
Akulah Danau yang menatap Danaumu. Dalam rindu dan tunduk tersipu.

KEMALA
Danau Maninjau, Indonesia 2003
(ZIARAH TANAH KUDUP 2006:102)

Tinggalkan komen