Sajak Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta – W. S. Rendra

Ogos 24, 2009

pelacur

Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta – WS Rendra

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu

Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan

Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan

Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong

Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.


Penyair terkemuka WS Rendra meninggal dunia

Ogos 7, 2009

WS RendraBudayawan dan penyair terkemuka Indonesia W.S Rendra, yang juga mempunyai banyak peminat di Malaysia, meninggal dunia di sebuah hospital di sini malam tadi setelah lebih sebulan dirawat kerana penyakit jantung.

Media massa tempatan melaporkan Rendra, 74, yang juga dikenali “Si Burung Merak” meninggal dunia pada 10.15 malam tadi, dan meninggalkan 11 orang anak daripada tiga orang isteri, yang mana dua daripadanya sudah diceraikan.

Setelah memeluk Islam pada Ogos 1970 ketika menikahi isteri keduanya, Sitoresmi Prabuningrat, beliau menukar namanya menjadi Wahyu Sulaiman Rendra daripada nama asalnya Willibrodus Surendra Broto Renda.

Selain sajak-sajaknya, Rendra juga dikenali ramai di Malaysia melalui filem bertema agama yang dilakoninya “Al Kautsar” pada tahun 1980-an.

Jenazah Allahyarham dijadual dikebumikan selepas solat Jumaat di Bengkel Teater, Citayam, Depok dekat sini, tidak jauh dari kubur sahabatnya, Mbah Surip, penyanyi reggae yang mendadak popular di Indonesia dengan lagu “Tak Gendong”, yang meninggal dunia Selasa lepas.

Rendra beberapa kali memperoleh anugerah dalam bidang sastera, antaranya Penghargaan Adam Malik pada 1989, SEA Write Award pada 1996 dan Penghargaan Achmad Bakri pada 2006.

— BERNAMA, JAKARTA 7 Ogos


Sajak Pertemuan Mahasiswa ~ W.S Rendra

Januari 15, 2008

Sajak Pertemuan Mahasiswa – W.S Rendra

Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan

kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : “kami ada maksud baik”
dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?”

ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
“maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?”

kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat – alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :
“lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu – ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak – cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

RENDRA
( jakarta, 1 desember 1977 )
* ) Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa universitas indonesia di jakarta dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “yang muda yang bercinta” yang disutradarai oleh Sumandjaya

* ) Dari kumpulan puisi “potret pembangunan dalam puisi” ( pustaka jaya – 1996 )


Rajawali ~ W.S Rendra

Disember 19, 2007

Sajak Rajawali ~ W.S Rendra

Sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri

Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti

Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara

Rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya

Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana

Rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka
W.S Rendra, Kumpulan Puisi ” Perjalanan Bu Aminah “, Yayasan Obor Indonesia – 1997


Biografi W.S Rendra

Disember 18, 2007

WS Rendra

Nama Pena:
WS Rendra

Nama Asal:
Willibrordus Surendra Broto Rendra

Nama Setelah Memeluk Islam:Wahyu Sulaiman Rendra

Memeluk Islam : 12  Ogos 1970

Seniman ini mengucapkan dua kalimat syahadah pada hari perkahwinannya dengan Sitoresmi pada 12 Ogos 1970, dengan disaksikan dua lagi tokoh sastera Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.

Gelaran: Si Burung Merak

Julukan si Burung Merak bermula ketika Rendra dan sahabatnya dari Australia berlibur di Kebun Binatang Gembiraloka, Yogyakarta. Di kandang merak, Rendra melihat seekor merak jantan berbuntut indah dikerubungi merak-merak betina. “Seperti itulah saya,” tutur Rendra spontan. Kala itu Rendra memiliki dua isteri, iaitu Ken Zuraida dan Sitoresmi.

Tempat Lahir: Solo, Jawa Tengah.

Tarikh Lahir: 7 November 1935.

Tarikh Meninggal Dunia : Khamis, 6 Ogos 2009 pukul 22.10 WIB di RS Mitra Keluarga, Depok.

Dimakamkan selepas solat Jumaat 7 Ogos 2009 di TPU Bengkel Teater Rendra, Cipayung, Citayam, Depok.

Agama:
Islam

Isteri:
– Sunarti Suwandi (Nikah 31 Mac 1959 dikurniakan lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Cerai 1981)
– Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat (Nikah 12 Ogos 1970, dikurniakan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati. Cerai 1979)
– Ken Zuraida (dikurniakan dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba).

Pendidikan:
– SMA St. Josef, Solo
– Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
– American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967)

Sebahagian Karya-Karya Rendra:

Drama
Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
SEKDA (1977)
Selamatan Anak Cucu Sulaiman
Mastodon dan Burung Kondor (1972)
Hamlet (terjemahan karya William Shakespeare)
Macbeth (terjemahan karya William Shakespeare)
Oedipus Sang Raja (terjemahan karya Sophokles)
Lisistrata (terjemahan)
Odipus di Kolonus (terjemahan karya Sophokles),
Antigone (terjemahan karya Sophokles),
Kasidah Barzanji
Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan karya Jean Giraudoux) Panembahan Reso (1986)
Kisah Perjuangan Suku Naga

Puisi
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
Blues untuk Bonnie
Empat Kumpulan Sajak
Jangan Takut Ibu
Mencari Bapak
Nyanyian Angsa
Pamphleten van een Dichter
Perjuangan Suku Naga
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
Potret Pembangunan Dalam Puisi
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
Rick dari Corona
Rumpun Alang-alang
Sajak Potret Keluarga
Sajak Rajawali
Sajak Seonggok Jagung
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
State of Emergency
Surat Cinta
Pranala luar

Kegiatan Lain:
Anggota Persilatan PGB Bangau Putih

Penghargaan:
Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957)
Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
Penghargaan Adam Malik (1989)
The S.E.A. Write Award (1996)
Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Biodata:
WS Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Rendra dilahirkan di Solo, 7 November 1935. Beliau mendapat pendidikan di Jurusan Sastera Barat Fakultas Sastra UGM (tidak tamat), kemudian memperdalam pengetahuan mengenai drama dan teater di American Academy of Dramatical Arts, Amerika Syarikat (1964-1967).

Sekembali dari Amerika, beliau mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada 1967 dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Pada perkembangannya, Bengkel Teater dipindahkan oleh Rendra ke Depok.

Tahun 1971 dan 1979 dia membacakan sajak-sajaknya di Festival Penyair International di Rotterdam. Pada tahun 1985 beliau mengikuti Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman. Kumpulan puisinya; Ballada Orang-orang Tercinta (1956), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), Disebabkan Oleh Angin (1993), Orang-orang Rangkasbitung (1993) dan Perjalanan Aminah (1997).

Puisi Terakhir WS Rendra

Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal

Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar

Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi

Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah

Tuhan, aku cinta padamu

~ Allahyarham Rendra menulis puisi ini saat ia terbaring di rumah sakit Mitra Keluarga, Depok, 31 Julai lalu.

Untuk membaca puisi-puisi Rendra, sila klik sini.

—————————————————–

Pemergian Rendra

Penyair ternama WS Rendra atau lebih terkenal dengan panggilan ‘Burung Merak’ meninggal dunia pada usia 74 tahun di Hospital Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, pukul 10 malam Khamis 6 Ogos 2009.

Penyair dan pelakon drama yang nama penuhnya Wahyu Sulaiman Rendra meninggalkan 11 orang anak hasil daripada tiga pernikahannya.

Rendra terkenal dengan sajak-sajaknya yang penuh dengan sindiran dan kritikan cukup mahir memainkan emosi penonton ketika melakukan persembahan.

Beliau yang lebih akrab dipanggil Willy mencurahkan sebahagian besar hidupnya terhadap dunia sastera dan teater. Menggubah serta mendeklamasi puisi, menulis skrip serta berlakon drama merupakan kemahirannya yang tidak ada bandingan.

Hasil seni dan sastera yang digarap cukup dikenali oleh peminat seni tempatan mahupun dari luar negara.

Allahyarham bukanlah penyair biasa. Sajak dan puisinya padat dengan nada protes. Jadi tidak hairanlah Kerajaan Indonesia pernah mengharamkan karya beliau daripada dipersembahkan pada tahun 1978.

Tidak hanya sajak dan puisi yang sering menyebabkan rasa tidak puas hati kerajaan, bahkan dramanya yang terkenal berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor juga menjadi sasaran.

Di samping karya berbau protes, sasterawan kelahiran Solo, 7 November 1935 ini juga sering menulis karya sastera yang menyuarakan kehidupan kelas bawahan seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya.

Beliau mengasah bakat di dalam bidang tersebut sejak menuntut di Fakulti Sastera dan Kebudayaan Universiti Gajah Mada. Pada ketika itu cerpennya disiarkan di majalah seperti Mimbar Indonesia, Basis, Budaya Jaya dan Siasat.

Dia juga menimba ilmu di American Academy of Dramatical Art, New York, Amerika Syarikat. Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, jejaka yang tinggi lampai dan berambut panjang itu menubuhkan bengkel teater di Yogyakarta.

Tidak lama bengkel teater tersebut dipindahkan ke Citayam, Cipayung, Depok, Jawa Barat. Oleh kerana karya-karyanya yang begitu gemilang, Rendra beberapa kali pernah tampil dalam acara bertaraf antarabangsa. Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-118 Mahatma Gandhi pada 2 Oktober 1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial International School Jakarta.

Beliau juga pernah ikut serta dalam acara penutupan Festival Ampel Antarabangsa 2004 yang berlangsung di halaman Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, 22 Julai 2004.

Meskipun sudah terkenal, ternyata masih banyak keinginan WS Rendra yang belum dipenuhi dan semua dirakamkan dalam sebuah puisi yang dibuatnya beberapa hari sebelum Si Burung Merak tersebut menghembuskan nafasnya yang terakhir.

“Dia meninggalkan satu puisi, puisi itu menyebutkan bahawa masih banyak keinginannya tetapi dia tidak mampu. Jadi semangat masih ada tapi dia tidak mampu mengatasi situasi dirinya yang semakin lemah,” kata salah seorang sahabat Rendra, sasterawan Jose Rizal Manua.

Puisi itu dibuat Rendra tiga atau empat hari lalu ketika masih dirawat di hospital dan puisi tersebut disampaikan oleh salah seorang anak perempuan Rendra.

Dari segi perkahwinan – isteri pertama Rendra, Sunarti terlebih dahulu meninggalkannya. Daripada perkahwinan dengan Sunarti, Rendra dikurniakan lima orang anak iaitu Tedy, Andre, Clarasinta, Daniel Seta dan Samuel.

Sementara isteri keduanya bernama Sitoresmi. Rendra memiliki empat orang anak hasil perkahwinan itu dan mereka ialah Yonas, Sara, Naomi dan Rachel. Namun Sitoresmi dan Rendra akhirnya bercerai. Ken Zuraida adalah wanita terakhir yang dinikahi Rendra dan memperolehi dua orang anak iaitu Isayasa Sadewa dan Mariam.

Kini dunia seni kehilangan sosok Rendra, tetapi Si Burung Merak itu akan terus menjadi inspirasi kepada generasi muda pencinta seni.