Puisi: Hawa yang Istimewa

Mei 29, 2010

Duhai kaum Hawa…
Sungguh mulia tempatmu
Terlalu istimewa sifatmu
Tak ternilai kudratmu
Meski masih bisa tertawa
Di kala saat-saat duka
Gahnya air mata itu
Di sebalik keindahan alis matamu
Itulah kelemahanmu
Namun percayalah
Titis kaca itu adalah tulang kekuatanmu jua
Yang bisa runtuhkan ego Adam
Yang bisa runtunkan jiwa Adam

Senyumlah wahai Hawa
Ukirlah seikhlas wajahmu
Sucikanlah ruang hatimu
Kerna ku jua tau
Tulus budimu
Semulus kasihmu
Yang bisa menggoncang dunia
Yang bisa membuka mata semesta

Terima kasih Tuhanku
Aku lahir ke dunia sementara ini
Dalam dunia Hawaku…

Duhai kaum Adam…
Hargailah kasih sayang Hawa
Yang tiada galang ganti
Yang dicurahkan bersama doa
Tanpa Hawa
Dunia ini akan hilang hiasnya
Akan pergi serinya
Tinggallah Adam di sini
Menghitung kesalan di benak hati
Membiarkan Hawa melangkah sepi…
Jangan biarkan Adam dan Hawa terpisah akhirnya…

Nukilan:
No-rulesz Has’z


Sajak Si Karang Yang Hiba

Mac 3, 2010

Kaku lenggok gemalai si karang
tersadai di permatang pasir pantai
sedih memandang senyum si rumpai
segar menari tarian dunia laut
diusik anak-anak ikan ceria
di balik batu si kerang giat mengintip
ghairah memandang keriangan di dasar

Itulah yang bermain di fikiran
bagaimana harus ia kembali
mengecapi saat-saat gemilang

Kemilau mentari
menerjah ke mata si karang yang hiba
sebentar lagi diam duduk si karang berpindah
ke rumah besar tentunya di sana
di persada hiasan
dipamerkan bakal diberi pujian

Si karang tambah hebat merintih kesedihan
tika ucapan selamat tinggal rakan-rakan sepermainan…

Ophan Bunjo
Lahad Datu 2010


Puisi Kebebasan oleh Rahman Shaari

Februari 4, 2010

Kebebasan memilih
telah kauajukan aku ke sini
meyakinkan akalku mengerti
makna diri.

Tapi bagaimana
perjalanan panjang lorong-lorong bersilang
sedang pergikah aku atau pulang?

Jalan ini katamu jalan semalam
tapi likunya berganti
dan sungai beralih haluan
aku jugalah kurang sedia
memahami perubahan.

biarlah aku di sini
berteduh mengeluh di bayang kebosanan
sambil menghitung waktu lepasku
oleh kebebasan.

Rahman Shaari
Selangor, 25 Januari 1976.


(Sajak) Setiap Langkah Bermula

Januari 10, 2010

Setiap langkah bermula
kumulai dengan kalimah
Bismillah
harap-haraplah Dia
menemaniku
dengan rahmat dan
reda-Nya
biar sinar kegemilangan
mengiringi mengekori
setiap lelahku
mengejar mencari
kebahagiaan hakiki.

Setiap langkah bermula
kumulai dengan kalimah
Bismillah
harap-haraplah kakiku
takkan lagi
tergelincir di jalan noda
dan dosa
lalu tersungkur ke jurang
jahanam.

Setiap langkah bermula
kumulai dengan kalimah
Bismillah
mengharap pepohon
keikhlasan
menyubur desa hati
biar bisa aku mendekati Dia
agar bisa aku mengenali Dia
agar bisa aku mencintai Dia
semoga tercalon menjadi
penghuni syurga.

NORIEZZSMA A GAIB
Sabah Parks


Jerat Sang Penipu

Disember 5, 2009

JERAT SANG PENIPU

Awas jerat sang penipu
telah terpasang di sekelilingmu
bukan satu tapi beratus beribu
sentiasa menanti menunggu.

Namun kata sang penipu
walaupun begitu
tak semua yang masuk perangkapku
kecuali si mangsa yang alpa dan dungu.

EHSAN JAMILY
Parit Keroma, Muar


Koleksi Sajak – Fragmen Banjir

November 17, 2009

Puisi: Fragmen Banjir

Paras buku lali
jangan ke mana-mana, sayang
sorok resahmu di balik pintu harapan
sidai baju gusarmu di ampaian kasih
ke sini aku lipatkan kaki seluarmu.

Pada paras lutut ini
tutuplah diri dengan gebar nyali besar
lenalah dulu, bermimpilah jika mahu
nanti aku kejutkan – aku kejutkan
andai air tak surut-surut
masih mahu meladeni desa sendu ini.

Paras pinggang sekarang
bersedialah.
Sudahkah kau simpan dokumen ke syurga?

Simpanlah baik-baik dalam beg iman
pabila air tak mahu memaafkan lagi
usah lupa – bawalah bersama-sama.

Telah hampir ke dada
amaran untuk berpindah
tidak dapat kita tunggu lagi
rumah amal ini
air telah menyapa tangga
bagai ingin membasuh
noda yang dipalitkan
di dalam sedar
di luar sedar.

Berpindahlah
dari leher hampir hapuskan hidung
tak mungkin dapat bernafas lagi
carilah ruang yang lain – sementara
pabila nanti telah reda – kembalilah
namun jangan kau ulangi
jangan kau ulangi bejat yang lalu

Banjir datang mengingatkan
insaflah.

Nukilan:

Rimanilzah
Semanggol, Perak