Ketawa jerih nenek tua
melengkungi detik
tembikai, keropok dan telur penyu
bersatu mengusik hatiku
gurau senda terkembang
menenuni waktu
harum selalu
di hatimu di hatiku
~ Kemala 1971
Ketawa jerih nenek tua
melengkungi detik
tembikai, keropok dan telur penyu
bersatu mengusik hatiku
gurau senda terkembang
menenuni waktu
harum selalu
di hatimu di hatiku
~ Kemala 1971
Dapatkah kudekapmu di detik ini
dalam samar mata
waktu usia direcup uban muda
alpa tiba bagai kenangan
tiba menunda memukul dada.
Dapatkah kudekapmu di detik ini
waktu bulan samar di pucat musim
usia bak perjalanan
mengenal terminal malam
obor malam berbalam
berpuput angin tengah benua.
Dapatkah kudekapmu di detik ini
bagai hangat kelmarin memecah wajah
waktu hati mudalela
cendekia melayang sesaat
indah hanyamu mawar segala
pada setiap sudut kata
mata rohani menyambar hangat
tak kuacuh sapaan malaikat.
Dapatkah kudekapmu lagi di detik ini
bulan kasih selembut angin
sutra hati bergetar aneh
bibirmu madu
mencumbu syahdu.
Dapatkah kudekapmu lagi di detik ini
bagai pemuda alKahfi
dipilih Ilahi
memaut imani
waktu pantas menyihir seni
cinta tinggal terkapai
di pentas, selengkung bulan rawan.
Kemala
Condet, Pulau Jawa
Januari 2001
(ZIARAH TANAH KUDUP, 2006:38-39)
Kubebat tanganku yang luka
kubebat dadamu yang luka
kubebat bahumu yang luka
kubebat pipimu yang luka
kugiring matamu yang duka
kuiring lagumu yang duka
kusaring cumbumu yang duka
Embun mencari rumput tempat berpaut
daun mencari tangkai untuk bertaut.
Jangan berduka, Malaysiaku!
Gunung dilingkari kabut
mendung memayungi bumi
berhujan darahkah Wilayah Utara?
Serigala melolong di gunung
todak melompati teluk tanjung
Nadim lahir lagi
demi hidup baru. Makna baru.
Ada kilat ragu di matamu
berhujan darahkah Wilayah Selatan?
Tiba juga pesan warisan
Tegaklah atas nama peribadi
Senyum ibu dan sapaan Tuhan.
Jangan berduka, Malaysiaku!
Kalau ada wabak
memadami jejak-jejak putih
kalau ada lagak menepisi kasih akan
berhujan perakkah di Barat?
langit Timur membawa jalur-jalur
sejarah berhujan emaskah sang ningrat?
Ada tembang pilu sang nelayan
ada tempang lagu petani kemarau
mencari kasih di sudut hati
suaranya serak dan parau.
Selepas jauh berjalan
kaki direjami sendayan
dengan duka pertama
pahlawan menatap cermin retak pusaka.
Jangan berduka, Malaysiaku.
Empangan Utara dan Selatan
tembokota Timur dan Barat
gelora dua samudera menampar
angin tujuh zaman terdampar
firasat ibu mencabar.
Kecil-kecil bintang seribu
langit tanah air mengerdip cahaya
kecil-kecil bintang kasihmu
titipkan rindu pahlawan utama.
Kudakap dadamu calar
kutatap bahumu balar
kutatap langkahmu wajar
semoga tetap berjiwa benar.
Belantara cinta Insan
dalam hidayat Tuhan
kucabut ranjau tujuh zaman
kugenggam mutiara masa depan.
Jangan berduka, Malaysiaku.
Kemala
Watan, 3 Disember 1984