BERSILA DI ATAS TIKAR MERDEKA
TELAH DI PILIH DARIPADA POHON MENGKUANG TERBAIK
DI TANAH GEMBUR BERLEMBAH SUBUR MAKMUR INI
TELAH DIPILIH DARIPADA DAUN TUA TERBAIK-SEGAR DAN LEBAR
DICANTAS DAN DIHIMPUN DARIPADA TIGA POHON TERBAIK
DIJEMUR DI BAWAH TERIK MENTARI NAMUN TETAP KUKUH IA
DILAYAT MENJADI JALUR JEMALUR NAMUN TETAP LIAT IA
DIRENDAM DENGAN TIGA RUPA WARNA SEMAKIN CANTIK
DI JEMUR LAGI DAN DI LURUT BERKALI – KALI SEMAKIN LEMBUT IA
TELAH DI PILIH DARIPADA PENGANYAM TIKAR TERMAHIR
DIATAS BUMI INDAH AMAN MAKMUR INI
HALUS JEMARI MENYUSUN DAN MENYILANG JALURAN
MENGANYAM PETAK – PETAK WARNA DENGAN AKAL SENI
TIDAK MUDAH SEPERTI YANG KITA SANGKAKAN
JALURAN HARUS TEPAT MENYISIP ATAS BAWAH
HATI PERLU TABAH MENGHADAPI WAKTU SABAR
DARI LUAS SEINCI DI JADIKAN LEBAR SEJENGKAL
DARI SEJENGKAL DIJADIKAN SEHASTA DEPA
DARI SEHASTA DEPA DIJADIKAN SEHAMPARAN SUDAH
BEGITU PAYAH SEBENARNYA MENYIAPKAN TIKAR KERAMAT INI
BEGITU CANTIK PULA SIAPNYA MEMAPARKAN DIRI
SIAPA MELIHAT MENJADI TERPEGUN AMAT AKAN CORAKNYA
SIAPA MENYENTUH BERASA HALUS AMAT AKAN SENI DIRINYA
INILAH TIKAR MERDEKA TERPILIH BINAAN GENERASI LALU
JANGAN SEKALI – KALI GADAIKAN IA KEPADA PENJAJAH
JANGAN SEKALI – KALI HAMPARKAN IA KEPADA PEMBELOT BANGSA
JANGAN SEKALI – KALI MELETAKKAN NILAI HARGANYA KEPADA SESIAPA
KERANA TIKAR INI HANYA UNTUK PEJUANG TERBILANG
KERANA TIKAR INI HANYA UNTUK RAKYAT BERHATI WAJA
KERANA TIKAR TIADA TERNILAI UNTUK DI TUKAR GANTI
HANYA KEPADAMU KAMI BERSETIA DAN BERSUMPAH
HANYA KEPADAMU KASIH KAMI TUMPAH MELIMPAH
KAMILAH INSAN PALING BERTUAH MENDUDUKI TIKAR MERDEKA INI
BERSILA DAN BERZIKIR HAYAT MENYUSUN SEJARAH BANGSA..
~ Adam Mohd Noor
Merdeka!,Merdeka!,Merdeka!
ungkapan laungan pasti bulan ogos,
berkobar-kobar membakar rakus suasana jiwa,
dengan limpahan darah dan airmata,
bergelut resah derita memaut bangsa,
memori ngeri menggengam sebuah erti merdeka,
dukacita,
kini mengganti pesta sakan nyanyi-nyanian,
dentum bunga api yang menghangitkan udara,
Merdeka!,Merdeka!,Merdeka!
jeritan ini yang bertempik megah oleh bangsa,
tetapi ingat,
bukan semua,
pekik ini langsung tidak mengendong makna,
buat insan yang masih menderita papa kedana,
yang masih menghulur tangan mengubati sengsara,
yang masih menjadi watak utama dalm rancangan ‘bersamamu’.
Merdeka!,Merdeka!,Merdeka!
jauh sudah bangsaku mengembara,
dari seremban ke putrajaya hinggalah ke angkasa,
jalur gemilang berkibar sasa,
bertanya pula seorang hamba,
bagaimana pula dengan bahasa,
tambah bermadah pula,
bahasa jiwa bangsa,
adakah bahasa juga sudah jauh mengembara,
atau masih terperuk dalam kamus dewan pustaka,
atau hanya memakai baju ibunda,
jawab lagi sorang hamba,
bahasa ku hina,
kau tidak boleh maju jika menggunakanya,
alangkah malangnya,
kata-kata seorang peludah bangsa,
bagus…
bgus jak kah…brik lah nok lbih ckit.. sak lah org ya bangga
Apakah Ini Fiksi?
Senja itu kelabu
kusibak kembali tirai masa lalu
jendela sejarah
mengais ngais tumpukan peristiwa
di tong sampah subjektifitas
catatan panjang ibu pertiwi
secarik kertas kusam penuh tapak kaki
Ibuku,
Sayang
Di waktu remaja enam abad silam
kau gadis cantik lagi sensual
Si Bunga desa khatulistiwa
penebar harum dari rumah nusantara
dalam keluguan kebodohan
kau selalu gembira riang
bermain bersama indah alam tropis
bermanja pada kekayaan alam
kau cuek akan gaduh suara
pertikaian lantai dan tiang vs atap
komponen penting rumah nusantara
Ibuku,
Malang
Lebihmu adalah magnet
bagi besi penderitaan
dari lirikan mata penuh birahi
bajingan-bajingan luar penuh syahwat
haus kepuasan
mengharap anggur dari cawan cantik
dan molek tubuhmu
servis tiada duanya
mereka berlomba demi bunga desa
perawan tingting
dan playboy Purtugis, Inggris, Belanda,
dan Jepang berjingkrak girang
walau cinta ditolak
militer bertindak
Pengelana Cina, Arab, India
bisa tersenyum tanpa hasrat menodai
Sementara anak-anakmu yang bodoh
tanpa tahu siapa bapaknya
mungkin tanah
mungkin air
ataukah Si duda
waktu kena sihir “devide at empire”
Ibuku,
Kenang
Kawin cerai di bawah tangan
warna hidupmu, goresan cinta terlarang
karena mereka beda marga
Kini, setengah abad lebih kau kembali kepelukan
Pemuda pemuda sekampung
bersenandung lagu baru
kawin cerai ke KUA
menyisakan putra putra ambisius
rakus lagi buta
berebut warisan sisa “tersita”
mulai dari
Si Agamis, dari bapak perjuangan kemerdekaan sulit
Si Nasionalis, dari bapak Orde Lama rumit
Si Manja Beringin dan militer, dari bapak Orde Baru pelit
dan yang baru lahir
Si Bungsu reformasi dari bapak Globalisasi
Sama mengklaim berhak
penuh dan mutlak
atas rumah krisis moneter
di atas sebidang tanah “bantuan” IMF
Ibuku,
Jalang
Penyamun manopause sudah dekat atas kejar
demi sebuah usia
namun kemolekan-sensualitasmu
tetap menebar aura birahi penuh janji
Tanpa sadar
Si Durjana koboy Paman Sam
terus melirik dari teropong kapitalisme
dengan mata berbinar syahwat
nafsu birahi pemerkosa
Ibuku,
Ibu Pertiwi
Kecantikan kemolekan sensualitasmu
berharap kami membawa berkah
Fakta menyanggah
Itu sumber penderitaan
tapi mengapa mereka berharap memilikimu
Wahai janda nan janda, menangislah
dan tahan senyummu
Itu perintah kondisi
Jangan mau dibelenggu keterpaksaan
agar anakanakmu
melihat air mata itu
dan sadar akan pentingnya sapu tangan untuk menyeka
tunjuk kan semangat thadap
panjang nyer….
x penat ke tulis byk2…..
hehehe
bagus…tp janda jak nok nangis kah?anak dara nya ne….
Urm , agak bgus